Seminar Nasional 2014
Revolusi Mental dalam
Mendukung Masyarakat Ekonomi Kreatif
22 Desember 2014
Istilah “revolusi
mental” belakangan ini banyak digembar-gemborkan. Terlebih karena revolusi
mental dinilai perlu untuk mengubah pola pikir terutama bagi masyarakat
Indonesia. Dalam acara seminar nasional bertajuk “Revolusi Mental dalam
Mendukung Masyarakat Ekonomi Kreatif”, FSSR menghadirkan tiga pembicara yang
mengupas seputar revolusi mental dan kaitannya dengan ekonomi kreatif.
Hermansyah Muttaqin memoderatori jalannya seminar yang berlangsung mulai pukul
09:00 hingga 12:00 WIB di Ruang Seminar, Gedung III, FSSR, UNS.
Banyak hal menarik yang
disampaikan oleh ketiga pembicara. Pembicara pertama, Aprinus Salam, menyampaikan
tentang manfaat duduk diam dan melakukan interospeksi diri. Seperti yang ia
kutip dari Zizek dalam buku First As Tragedy, Then As Farce bahwa
dari semua itu, hal yang paling mendesak dilakukan sekarang adalah, duduk,
diam, membaca, dan berpikir, dan tidak melakukan apa-apa. Duduk diam bukan
sekedar duduk lalu benar-benar tidak melakukan apa-apa, namun berpikir dan
mencoba untuk melakukan suatu hal yang berguna, misalnya menulis.
Aprinus yang merupakan
Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM berkata bahwa mayoritas masyarakat Indonesia
mengalami kesulitan untuk hanya sekedar duduk diam. Terlalu banyak hal yang
ingin dilakukan, namun kadang tidak terlalu memiliki manfaat di dalamnya.
Perihal kaitannya dengan revolusi mental, ia menyampaikan bahwa orang Jawa
memiliki budaya dasar sikap nerimo. Orang Jawa dapat menerima
sesuatu dengan apa adanya dan hal tersebut menyebabkan banyak hal dapat
diterima tanpa ada konflik yang terjadi.
Pembicara selanjutnya,
Wahyudi Djaja, merupakan pengelola Desa Wisata Sendari, Sleman,
Yogyakarta. Wahyudi menyampaikan materi seputar desa wisata dan
pengembangannya. Seperti Desa Wisata Sendari yang menolak proyek pembangunan
yang hanya menguntungkan beberapa orang atas, tanpa memperhatikan nasib warga
yang tinggal di sana. Pengelolaan yang dilakukan, menjadikan Sendari sebagai
desa wisata berbasis kerajinan bambu.
Desa wisata memiliki beragam
manfaat positif bagi alam, warga desa, dan wisatawan. Mulai dari pengembangan
produk pariwisata, pemberdayaan ekonomi masyarakat, konservasi alam dan budaya,
hingga memberikan edukasi bagi wisatawan. “Yang ditekuni akan memberi dan
membuka peluang banyak hal,” ujar Wahyudi. Dalam menuju sebuah desa wisata,
patut juga diwaspadai agar tidak merusak harmoni dan kearifan lokal yang ada di
dalamnya.
Deny Ardianto, salah
satu dosen Desain Komunikasi Visual FSSR UNS, menjadi pembicara ketiga. Ia menyampaikan
seputar budaya lokal yang kini mengglobal. Seperti serial Mahabaratha yang
seakan bisa menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat Indonesia mulai dari
ibu-ibu hingga anak-anak. Juga demam Korea yang pernah melanda Indonesia.
Indonesia sesungguhnya
juga memiliki potensi yang bisa bersaing di dunia dan layak untuk dikembangkan.
Generasi muda, khususnya, perlu untuk lebih mengenali budaya sendiri sehingga
bisa mengembangkannya dalam konteks masa depan. Upaya mengenalkan budaya lokal
kepada generasi berikutnya bisa dilakukan sejak dini, seperti berkunjung ke
keraton, melihat pertunjukan tari, wayang, dan sebagainya. “Mencoba
mendekatkan, entah nantinya di-ignore atau gimana,”
sahut Deny.
Masih ada banyak hal
yang tadi disampaikan. Namun pada intinya, seperti yang dikatakan oleh Aprinus,
bahwa sebelum melakukan revolusi mental, negara harus bisa memperbaiki diri
terlebih dahulu. Ah, saya jadi teringat pernah menonton video di youtube
tentang sindiran maut anak sekolah dasar dalam sebuah lagu yang menyindir
tayangan televisi.
"Kita
jadi bisa pacaran dan ciuman, karna siapa?
Kita jadi tau masalah artis cerai, karena siapa?
Kita bisa dandan dibimbing TV,
Kita jadi lebay dibimbing TV,
TV Pemerintah membuat gelap gulita,
Jasamu tiada.
Gimana mau maju, nontonnya itu"
Kita jadi tau masalah artis cerai, karena siapa?
Kita bisa dandan dibimbing TV,
Kita jadi lebay dibimbing TV,
TV Pemerintah membuat gelap gulita,
Jasamu tiada.
Gimana mau maju, nontonnya itu"
Comments
Post a Comment